Tugas Portofolio 3
I.
Analisis Transaksional Berne
Teori transaksional analisis
merupakan karya besar Eric Berne (1964), yang ditulisnya dalam buku Games
People Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok
Humanisme. Teori transaksional analisis merupakan teori terapi yang sangat
populer dan digunakan dalam konsultasi pada hampir semua bidang ilmu-ilmu
perilaku. Teori analisis transaksional telah menjadi salah satu teori
komunikasi antarpribadi yang mendasar. Eric Berne pioner yang menerapkan transaksional
analisa dalam psikoterapi. Dalam terapi ini hubungan konselor dan konseli
dipandang sebagai suatu transaksional (interaksi, tindakan yang diambil, tanya
jawab) dimana masing-masing individu berhubungan satu sama lain. Transaksi
menurut Berne merupakan manivestasi hubungan sosial. Didalam individu
mengadakan interaksi dengan orang lain biasanya didasari oleh ketiga status
ego. Ketiga status tersebut adalah status ego anak, dewasa, dan orang tua.
Tingkatan ini timbul karena adanya pemutaran data kejadian pada waktu yang lalu
dan direkam, yang meliputi orang, waktu, keputusan, perasaan yang sungguh nyata
(Harris, 1987). Transaksional analisis adalah suatu proses transaksi atau
perjanjian yang mana melalui perjanjian inilah proses terapi akan dikembangkan
sendiri oleh klien hingga proses pengambilan keputusan pun diambil sendiri oleh
klien.
A. Konsep
Dasar Pandangan Analisis Transaksional Tentang Kepribadian
Analisis transaksional (TA) adalah
merupakan teori kepribadian dan sistem yang terorganisir dari terapi
interaksional. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa disaat kita membuat
keputusan berdasarkan premis premis masa lalu yang pada suatu waktu sesuai
dengan kebutuhan kelangsungan hidup kita tetapi yang mungkin tidak lagi berlaku.
TA menekankan aspek kognitif dan perilaku dari proses terapeutik. Dalam TA ada
tiga sekolah diakui klasik, Schiffian (atau reparenting), dan redecisionaland
dua sekolah tidak resmi diidentifikasi sebagai reparenting diri dan korektif
orangtua. Konsep utama analisis transaksional Pada hakekatnya manusia adalah :
1)
Kehidupan manusia bukanlah merupakan
sesuatu yang telah ditentukan (anti deterministik).
2)
Manusia mampu memahami
keputusan-keputusannya pd masa lalu & kemudian dpt memilih untuk memutuskan
kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yg pernah diambil.
3)
Manusia mempunyai kapasitas untuk
memilih & dlm tingkat sesadaran tertentu indv dpt menjadi mandiri dlm
menghadapi persoalan hidupnya.
4)
Hekekat manusia selalu ditempatkan
dlm interaksi & interelasi sbg dasar pertumtumbuhan dirinya.
Struktur
Kepribadian:
1)
Kepribadian manusia terdiri dari 3
status ego : ego orang tua, ego orang dewasa dan ego anak
2)
Ego orang tua : bagain dari kepribadian
yg menunjukkan sifat-sifat orang tua, berisi perintah (harus & semestinya)
3)
Ego dewasa : bagian dari kepribadian
yg objektif, stabil, tidak emosional, rasional, tidak menghakimi, berkerja
dengan fakta dan kenyataan-kenyataan, selalu berusaha untuk menggunakan
informasi yang tersdia untuk menghasilkan pemecahan yang terbaik dalam
pemecahan berbagai masalah. Dalam status orang dewasa selalu akan berisi
hal-hal yang produktif, objektif, tegas, dan efektif dalam menghadapi
kehidupan.
4)
Ego anak : bagian dari kepribadian
yang menunjukkan ketidakstabilan, masih dalam perkembangan, berubah-ubah, ingin
tahu dan sebaginya. Ego Anak berisi perasaan-perasaan, dorongan-dorongan , dan
tindakan –tindakan spontan
B. Unsur – Unsur Terapi
1. Munculnya Gangguan
Ego
state child
Pernyataan
ego dengan ciri kepribadian anak-anak seperti bersifat manja, riang, lincah dan
rewel. Tiga bagian dari ego state child ini ialah:
a)
Adapted child (kekanak-kanakan).
Unsur ini kurang baik ditampilkan saat komunikasi karena banyak orang tidak
menyukai dan hal ini menujukkan ketidak matangan dalam sentuhan.
b)
Natural child (anak yang alamiah). Natural
child ini banyak disenangi oleh orang lain karena sifatnya yang alamiah dan
tidak dibuat-buat serta tidak berpura-pura, dan kebanyakan orang senang pada
saat terjadinya transaksi.
c)
Little professor. Unsur ini
ditampilkan oleh seseorang untuk membuat suasana riang gembira dan menyenangkan
padahal apapun yang dilakukannya itu tidaklah menunjukkan kebenaran.
·
Ego state parent
Ciri
kepribadian yang diwarnai oleh siafat banyak menasehati, memerintah dan
menunjukkan kekuasaannya. Ego state parent ini terbagi dua yaitu:
a)
Critical parent. Bagian ini dinilai
sebagai bagian kepriadian yang kurang baik, seperti menujukkan sifat judes,
cerewet, dll.
b)
Nurturing parent. Penampilan ego
state seperti ini baik seperti merawat dan lain sebagianya.
·
Ego state adult
Berorientasi
kepada fakta dan selalu diwarnai pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana.
2. Tujuan Terapi
Tujuan utama dari AT adalah membantu klien dalam membuat
keputusan-keputusan baru yang berhubungan tingkah lakunya saat ini dan arah
hidupnya. Sedangkan sasarnya adalah mendorong klien agar menyadari, bahwa
kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh ketusan awal mengenai
posisi hidupnya serta pilihan terhadap cara-cara hidup yang stagnan dan
deterministik. Menurut Berne (1964) dalam Corey (1988) bahwa tujuan dari AT
adalah pencapaian otonom yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga
karakteristik; kesadaran, spontanitas, dan keakraban. Penekanan terapi adalah
menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulatif dan oleh
skenario-skenario hidup yang menyalahkan diri dan gaya hidup otonom ditandai
dengan kesadaran spontanitas dan keakraban. Menurut Haris (19967) yang dikutip
dalam Corey (1988) tujuan pemberian treatment adalah menyembuhkan gejala yang
timbul dan metode treatment adalah membebaskan ego Orang Dewasa sehingga bisa
mengalami kebebasan memilih dan penciptaan pilihan-pilihan baru atas pengaruh
masa lampau yang membatasi. Tujuan terapeutik, dicapai dengan mengajarkan
kepada klien dasar-dasar ego Orang Tua, ego Orang Dewasa, dan ego Anak. Para
klien dalam setting kelompok itu belajar bagaimana menyadari dan menjabarkan
ketiga ego selama ego-ego tersebut muncul dalam transaksi-transaksi kelompok.
3. Peran Terapi
Harris (1967) yang dikutip dalam Corey (1988) memberikan
gambaran peran terapis, seperti seorang guru, pelatih atau nara sumber dengan
penekanan kuat pada keterlibatan. Sebagai guru, terapis menerangkan
konsep-konsep seperti analisis struktural, analisis transaksional, analisis
skenario, dan analisis permainan. Selanjutnya menurut Corey (1988), peran
terapis yaitu membantu klien untuk membantu klien menemukan suasana masa lampau
yang merugikan dan menyebabkan klien membuat keputusan-keputusan awal tertentu,
mengindentifikasikan rencana hidup dan mengembangkan strategi-strategi yang
telah digunakannya dalam menghadapi orang lain yang sekarang mungkin akan
dipertimbangkannya. Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih
realistis dan mencari alternatif-alternatif untu menjalani kehidupan yang lebih
otonom.
Terapis
memerlukan hubungan yang setaraf dengan klien, menunjuk kepada kontrak terapi,
sebagai bukti bahwa terapis dan klien sebagai pasangan dalam proses terapi. Tugas
terapi adalah, menggunakan pengetahuannya untuk mendukung klien dalam
hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas diprakarsai oleh klien.
Konselor memotivasi dan mengajari klien agar lebih mempercayai ego Orang
Dewasanya sendiri ketimbang ego Orang Dewasa konselor dalam memeriksa
keputusan–keputusan lamanya serta untuk membuat keputusan-keputusan baru.
-
Hubungan Konselor Dengan Klien
Pelaksanaan terapi AT beradasarkan kontrak, kontrak tersebut
menjelaskan keinginan klien untuk berubah, di dalam kontrak berisi
kesepakatan-kesepakatan yang spesifik, jelas, dan ringkas. Kontrak menyatakan
apa yang dilakukan oleh klien, bagaimana klien melangkah ke arah tujuan-tujuan
yang telah ditetapkannya dan kapan kontrak tersebut akan berakhir. Kontrak dapat
diperpanjang, konselor akan mendukung dan bekerja sesuai kontrak yang telah
menjadi kesepakatan bersama. Pentingnya keberadaan kontrak, karena umumnya
dalam terapi, klien seringkali keluar dari kesepakatan awal. Menyimpang,
cenderung memunculkan masalah-masalah baru, bersikap pasif, dan dependen
akibatnya proses penyembuhan membutuhkan tambahan waktu. Dengan adanya kontrak
maka kewajiban tanggungjawab bagi klien semakin jelas, membuat usaha klien
untuk tidak keluar pada kesepakatan dan komitmen untuk penyembuhan tetap
menjadi perhatian, maka klien menjadi fokus pada tujuan-tujuan sehingga proses
penyembuhan akan semakin cepat.
C. Teknik-Teknik Terapi Analisis
Transaksional
Teknik
konseling yang digunakan adalah:
1. Permission
Memperbolehkan
klien melakukan apa yang tidak boleh dilakukan oleh orang tuanya
2. Protection
Melindungi
klien dari ketakutan karena klien disuruh melanggar terhadap peraturan orang
tuanya.
3. Potency
Mendorong
klien untuk menjauhkan diri klien dari injuction yang diberikan orang tuanya.
4. Operation
a). Interrogation
Mengkonfrontasikan
kesenjangan-kesenjangan yang terjadi pada diri klien sehingganya
berkembang respon adult dalam dirinya.
b). Specification
Mengkhususkan
hal-hal yang dibicarakan sehingganya klien paham tentang ego statenya.
c). Confrontation
Menunjukkan
kesenjangan atau ketidak beresan pada diri klien
d).
Explanation
Transaksi
adult-adult yang terjadi antara konselor dengan klien untuk menejlaskan mengapa
hal ini terjadi (konselor mengajar klien)
e).
Illustration
Memberikan
contoh pengajaran kepada klien agar ego statenya digunakan secara
tepat.
f).
Confirmation
Mendorong
klien untuk bekerja lebih keras lagi.
g).
Interpretation
Membantu
klien menyadari latar belakang dari tingkah lakunya
h).
Crystallization
Menjelaskan
kepada klien bahwasanya klien sudah boleh mengikuti games untuk mendapatkan
stroke yang diperlukannya.
II.
Rational Emotionally Therapy (ELLIS)
Konseling rational
emotive behavior atau lebih tepatnya disebut rational emotive behavior therapy
( REBT) dikembangkan oleh Albert Ellis pada tahun 1962. Rasional emotive adalah
aliran yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek
yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia
adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu
kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak.
(Willis, 2004 : 75) Menurut Ellis (dalam Latipun, 2001 : 92) berpandangan bahwa
REBT merupakan terapi yang sangat komprehensif, yang menangani masalah-masalah
yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku.
A.
Konsep Dasar Pandangan Ellis Terhadap
Perilaku atau Kepribadian
Pandangan dari pendekatan rational
emotive tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep teori Albert
Ellis. Ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, kerangka pilar ini
yang kemudian dikenal dengan teori ABC, yaitu :
- Antecedent event (A)
Antecedent
event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami individu. Peristiwa
pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku atau sikap orang lain.
Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa dan seleksi masuk bagi calon
karyawan merupakan antecedent event bagi seseorang.
- Belief (B)
Belif (B)
yaitu keyakinan, pandangan, nilai atau verbalisasi diri individu terhadap suatu
peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional
(rational belif atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irasional belif
atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berfikir atau sistem keyakinan
yang tepat, masuk akal dan bijaksana. Sedangkan keyakinan yang tidak rasional
merupakan keyakinan yang sistem berfikir seseorang yang salah, tidak masuk akal
dan emosional.
- Emotional consequence (C)
Emotional
consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi
individu dalam membentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya
dengan antecedent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung
dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara lain dalam bentuk
keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
B.
Unsur – Unsur Terapi
1. Munculnya
Gangguan
Masalah yang dihadapi klien dalam pendekatan Konseling
Rasional-Emotife itu muncul disebabkan karena ketidaklogisan klien dalam
berfikir. ketidaklogisan berpikir ini selalu berkaitan dan bahkan menimbulkan
hambatan gangguanatau kesulitan emotional dalam melihat dan menafsirkan objek
atau fakta yang dihadapinya. Menurut konseling rational emotif ini, individu
merasa dicela, diejek dan tidak diacuhkan oleh individu lain kerena ia memiliki
keyakinan dan berpikir bahwa individu lain itu mencela dan tidak mengacuhkan
dirinya.
2. Tujuan
Terapi
•Memperbaiki dan mengubah sikap,
persepsi, cara berpikir, keyakinan klien yang
Irrasional menjadi rasional
•Menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri (benci, takut, rasa
•Menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri (benci, takut, rasa
bersalah,
cemas, dll)
•Melatih serta mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup secara
•Melatih serta mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup secara
rasional
dan membangkitkan rasa percaya diri.
3. Peran
Terapi
Tugas konselor adalah membantu individu yang tidak bahagia
dan menghadapi hambatan, untuk menunjukkan bahwa kesulitannya disebabkan oleh
persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak logis dan usaha
memperbaikinya adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan. Konselor yang
efektif akan membantu klien untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku yang
tidak logis.
Peran terapis dalam metode RET dalam terapi ini adalah
sebagai berikut:
- Aktif, yaitu berbicara,
mengkonfrontasikan (yang irrasional), menafsirkan, menyerang falsafah yang
menyalahkan diri.
-
Direktif, yaitu menerangkan ketidakrasionalan yang dialami dan yang ditunjukkan
oleh klien baik berupa tingkah laku verbal, maupun sikapnya yang terlihat, juga
mengajari klien untuk menggunakan metode-metode perilaku misalnya desentisasi
dan latihan asertif.
C.
Teknik – Teknik Rational Emotionally
Therapy
a) Teknik
Emotive
Menurut Corey (1995) ada beberapa teknik emotif, yaitu:
(1) assertive training; digunakan untuk melatih, mendorong
dan membiasakan klien untuk secara terus menerus menyesuaikan dirinya dengan
pola perilaku sesuai dengan yang diinginkannya,
(2) sosiodrama; digunakan untuk mengekspresikan berbagai
jenis perasaan yang menekan klien (perasaanperasaan negatif) melalui suatu
suasana yang dramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapan
dirinya sendiri baik secara lisan, tulisan ataupun melalui gerakan-gerakan
dramatis,
(3) self modeling, digunakan dengan meminta klien untuk
berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan
atau perilaku tertentu.
(4) irnitasi, digunakan dimana klien diminta untuk menirukan
secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi
perilakunya sendiri yang negative.
b) Teknik
Behavioristik
Ada dua teknik behavioristik yaitu;
(1). Reinforment, digunakan untuk mendorong klien kearah
perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal
ataupun punishment,
(2) Social modeling, digunakan untuk menggambarkan perilaku
–perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam
bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.
c)
Teknik Kognitif
Teknik
kognitif yang cukup dikenal adalah Home Work Assigment atau teknik tugas rumah,
digunakan agar klien dapat membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem
nilai tertentu yang menuntun pola perilaku yang diharapkan.(Corey, 1995)
III.
Terapi Perilaku (Behaviour Therapy)
Terapi
perilaku (Behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk
psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan
untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders,
phobias, dengan memakai tehnik yang didisain menguatkan kembali perilaku yang
diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.
1. Konsep
Dasar Teori Perilaku Tentang Kepribadian
Watson dkk
selama 1920 melakukan pengkondisian (conditioning) dan pelepasan kondisi
(deconditioning) pada rasa takut, merupakan cikal bakal terapi perilaku
formal. Pada tahun 1927, Ivan Pavlov terkenal dengan percobaannya pada
anjing dengan memakai suara bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bell =
makanan, yang kemudian dikenal juga sebagai Stimulus dan Respon. Terapi
perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF
Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe
Yusuf dan Hans Eysenck.. Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara,
yaitu Afrika Selatan (Wolpe), Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman
dan Eysenck) yang masing-masing memiliki pendekatan berbeda dalam melihat
masalah perilaku. Eysenck memandang masalah perilaku sebagai interaksi antara
karakteristik kepribadian, lingkungan, dan perilaku.
Skinner
dkk. di Amerika Serikat menekankan pada operant conditioning yang menciptakan
sebuah pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi berfokus pada
pengelolaan kontingensi seperti ekonomi dan aktivasi perilaku. Ogden Lindsley
merumuskan precision teaching, yang mengembangkan program grafik (bagan
celeration) standar untuk memantau kemajuan klien. Skinner secara pribadi lebih
tertarik pada program-program untuk meningkatkan pembelajaran pada mereka
dengan atau tanpa cacat dan bekerja dengan Fred S. Keller untuk mengembangkan
programmed instruction.
Program
ini dicoba ke dalam pusat rehabilitasi Aphasia dan berhasil. Gerald Patterson
menggunakan program yang sama untuk mengembangkan teks untuk mengasuh anak-anak
dengan masalah perilaku.
-
Teori
dasar Metode Terapi Perilaku
.
Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau
dipelajari (learned). Terapi untuk perilaku maladaptif adalah dg
penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau ditinggalkan (unlearning). Untuk
menguatkan perilaku adalah dg pembiasaan perilaku (operant and clasical
conditioning)
2.
Unsur-Unsur Terapi
a) Tujuan
Tujuan
umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses
belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari
(learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik
learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang
lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas
proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian
pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang
layak, namun belum dipelajari;
b)
Fungsi dan Peran Terapis
Terapis
tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian
treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan
masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas
berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang
maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan,
mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.
c) Hubungan antara Terapis dan Klien
Pembentukan
hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses
terapeutik, peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi
perkuatan. Para terapis tingkah laku menghindari bermain peran yang dingin dan
impersonal sehingga hubungan terapeutik lebih terbangun daripada hanya
memaksakan teknik-teknik kaku kepada para klien.
3, Teknik-Teknik Terapi
a) Sistematis Desensitisasi, adalah
jenis terapi perilaku yang digunakan dalam bidang psikologi untuk membantu
secara efektif mengatasi fobia dan gangguan kecemasan lainnya. Lebih khusus
lagi, adalah jenis terapi Pavlov/terapi operant conditioning therapy yang
dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph Wolpe. Dalam metode ini,
pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi untuk mengontrol rasa takut
dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan menggunakannya untuk
bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan. Tujuan dari proses ini
adalah bahwa seorang individu akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi
phobianya, yang kemudian mampu mengatasi rasa takut dalam phobianya. Fobia
spesifik merupakan salah satu gangguan mental yang menggunakan proses
desensitisasi sistematis. Ketika individu memiliki ketakutan irasional dari
sebuah objek, seperti ketinggian, anjing, ular, mereka cenderung untuk
menghindarinya. Tujuan dari desensitisasi sistematis untuk mengatasi ini adalah
pola memaparkan pasien bertahap ke objek fobia sampai dapat ditolerir.
b) Exposure and Response
Prevention (ERP), untuk berbagai gangguan kecemasan, terutama gangguan
Obsessive Compulsive. Metode ini berhasil bila efek terapeutik yang dicapai
ketika subjek menghadapi respons dan menghentikan pelarian. Metodenya
dengan memaparkan pasien pada situasi dengan harapan muncul kemampuan
menghadapi respon (coping) yang akan mengurangi mengurangi tingkat
kecemasannya. Sehingga pasien bisa belajar dengan menciptakan coping
strategy terhadap keadaan yang bisa menyebabkan kecemasan perasaan dan
pikiran. Coping strategy ini dipakai untuk mengontrol situasi, diri
sendiri dan yang lainnya untuk mencegah timbulnya kecemasan.
c) Modifikasi
perilaku, menggunakan teknik perubahan perilaku yang empiris untuk
memperbaiki perilaku, seperti mengubah perilaku individu dan reaksi terhadap rangsangan
melalui penguatan positif dan negatif. Penggunaan pertama istilah modifikasi
perilaku nampaknya oleh Edward Thorndike pada tahun 1911. Penelitian awal tahun
1940-an dan 1950-an istilah ini digunakan oleh kelompok penelitian Joseph
Wolpe, teknik ini digunakan untuk meningkatkan perilaku adaptif melalui
reinforcement dan menurunkan perilaku maladaptive melalui hukuman (dengan
penekanan pada sebab). Salah satu cara untuk memberikan dukungan positif dalam
modifikasi perilaku dalam memberikan pujian, persetujuan, dorongan, dan
penegasan; rasio lima pujian untuk setiap satu keluhan yang umumnya dipandang
sebagai efektif dalam mengubah perilaku dalam cara yang dikehendaki dan bahkan
menghasilkan kombinasi stabil.
d) Flooding, adalah teknik
psikoterapi yang digunakan untuk mengobati fobia. Ini bekerja dengan mengekspos
pasien pada keadaan yang menakutkan mereka. Misalnya ketakutan pada laba
laba (arachnophobia ), pasien kemudian dikurung bersama sejumlah laba
laba sampai akhirnya sadar bahwa tidak ada yang terjadi. Banjir ini
diciptakan oleh psikolog Thomas Stampfl pada tahun 1967. Flooding adalah bentuk
pengobatan yang efektif untuk fobia antara lain psychopathologies. Bekerja pada
prinsip-prinsip pengkondisian klasik-bentuk pengkondisian Pavlov klasik-di mana
pasien mengubah perilaku mereka untuk menghindari rangsangan negatif. Tehnik
Terapi:
1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala
menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan
menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling
ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang
paling ingin dihindarinya, dan
5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi
muncul dalam diri klien.
e) Latihan relaksasi. Relaksasi
menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan yaitu kecepatan
denyut jantung yang lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas
neuromuscular. Berbagai metode relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa
diantaranya, seperti yoga dan zen, telah dikenal selama berabad-abad. Sebagian
besar metode untuk mencapai relaksasi didasarkan pada metode yang dinamakan
relaksasi progresif. Pasien merelaksasikan kelompok otot-otot besarnya dalam
urutan yang tertentu, dimulai dengan kelompok otot kecil di kaki dan menuju ke
atas atau sebaliknya. Beberapa klinisi menggunakan hypnosis untuk mempermudah
relaksasi atau menggunakan tape recorder untuk memungkinkan pasien
mempraktekkan relaksasi sendiri. Khayalan mental atau mental imagery adalah
metode relaksasi dimana pasien diinstruksikan untuk mengkhayalkan diri sendiri
di dalam tempat yang berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan.
Khayalan tersebut memungkinkan pasien memasuki keadaan atau pengalaman
relaksasi seperti yang dinamakan oleh Benson, respon relaksasi.
f) Observational learning, Juga
dikenal sebagai: monkey see monkey do. Ada 4 proses utama observasi
pembelajaran: Attention to the model, Retention of details (observer harus
mampu mengingat kebiasaan model), Motor reproduction (observer mampu menirukan
aksi), Motivation and opportunity (observer harus termotivasi melakukan apa
yang telah diobservasi dan diingat dan harus berkesempatan melakukannya)
reinforcement. Punishment may discourage repetition of the behaviour.
g) Latihan Asertif. Tehnik
latihan asertif membantu klien yang:
1. Tidak mampu mengungkapkan ‘’emosi’’
baik berupa mengungkapkan rasa marah atau perasaan tersinggung.
2.Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya,
2.Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya,
3. Klien yang sulit menyatakan
penolakan, mengucapkan kata “Tidak”.
4. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri. Prosedur: Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk melakukan hal-hal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu. Cara Terapinya: Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis, sementara terapis mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian, mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan terapis memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis, sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.
4. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri. Prosedur: Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk melakukan hal-hal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu. Cara Terapinya: Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis, sementara terapis mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian, mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan terapis memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis, sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.
h) Terapi Aversi. Teknik-teknik
pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan
gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah
laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang
tidak diinginkan terhambat/hilang. Terapi ini mencakup gangguan, kecanduan
Alkohol, Napza, Kompulsif, Fetihisme, Homoseksual, Pedhophilia, Judi,
Penyimpangan seksual lainnya. Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang
paling kontroversi, misalnya memberikan kejutan listrik pada anak anak autis
bila muncul tingkah laku yang tidak diinginkan.
Efek-efek samping: Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir. Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan menarik diri secara berlebihan, Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Mis; Seorang anak yang dihukum karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah, semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya,
Efek-efek samping: Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir. Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan menarik diri secara berlebihan, Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Mis; Seorang anak yang dihukum karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah, semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya,
i) Pengondisian operan. Tingkah laku
operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia
adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat.
Tingkah laku operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam kehidupan
sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan
alat-alat makan, bermain, dsb. Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku
diganjar maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa
mendatang akan tinggi. Prinsip penguatan yang menerangkan pembentukan,
memelihara, atau penghapusan pola-pola tingkah laku, merupakan inti dari
pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari metode-metode pengondisian
operan yang mencakup: perkuatan positif, pembentukan respons, perkuatan
intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy. Perkuatan positif,
adalah pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau
perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Cara ini ampuh
untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder,
diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer
memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah
makanan dan tidur atau istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang memuaskan
kebutuhan kebutuhan psikologis dan sosial, memiliki nilai karena berasosiasi
dengan pernerkuat-pemerkuat primer. Pembentukan Respon, adalah tingkah laku
yang sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari
tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati
tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons
yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu.
Perkuatan sering digunakan dalam proses pembentukan respons ini. jadi,
misalnya, jika seorang guru ingin membentuk tingkah laku kooperatif sebagai
ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa memberikan perhatian dan persetujuan
kepada tingkah laku yang diinginkannya itu. Pada anak autistik yang tingkah
laku motorik, verbal, emosional, dan sosialnya kurang adaptif, terapis bisa
membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan memberikan pemerkuat-pemerkuat
primer maupun sekunder. Perkuatan intermiten, diberikan secara bervariasi
kepada tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh
perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding
dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang
terus-menerus. Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah
laku, pada tahap-tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi
munculnya tingkah laku yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah laku yang
diinginkan muncul. Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah
laku spesifik apa yang diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku yang
diinginkan itu meningkat frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian perkuatan
bisa dikurangi. Penghapusan, adalah dengan landadsan bahwa apabila suatu
respons terus-menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung
menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari
cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus
tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang
maladaptif itu. Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat
karena tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan
intermiten dalam jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian
pemberian perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak
menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa
menghindari pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak
tersebut. Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak
agar belaj.u tingkah laku yang diinginkan. Modeling, metodenya dengan mengamati
seorang kemudian mencontohkan tingkah laku sang model.
Bandura(1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman
langsung, bisa juga diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku
orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial
tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model
yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang
bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati
objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat
yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa
dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan
kehormatan model amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh
tingkah laku model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di
mata mereka sebagai pengamat. Token Ekonomi, metode token economy dapat
digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan
pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh.
Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan
perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang
nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini.
Metode taken economy sangat mirip dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata,
misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil pekerjaan mereka.
LAST SUMBER SPECIAL FOR TO :